MAKASAR, mimbarnasional.com — Komite I DPD RI mengunjungi Balai pemasyarakatan (Bapas) I Makasar. Dalam kunjungan itu, Komite I menyatakan siap memperjuangkan aspirasi Bapas.
Pasalnya Bapas sebagai bagian dari sistem peradilan pidana memainkan peranan penting dalam pelaksanaan fungsi pemasyarakatan terhadap warga binaan.
Lembaga pemasyarakatan dituntut untuk mampu memperbaiki kualitas kepribadian dan kemandirian warga binaan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat hidup sebagai warga yang baik, taat hukum, bertanggungjawab, dan dapat aktif berperan dalam pembangunan serta sekaligus memberikan perlindungan kepada masyaraka.
Dalam upaya mewujudkan hal tersebut, tentu diperlukan lembaga dan balai pemasyarakatan yang kuat dan profesional. Untuk itu, Komite I DPD RI melakukan kegiatan pengawasan terhadap Undang-Undang Pemasyarakatan di Balai Pemasyarakatan Kelas (Bapas) I Makassar Sulawesi Selatan, pada hari Sabtu (11/5).
Dalam kegiatan ini hadir Kepala Bapas Sopiana beserta jajaran, pejabat Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Sulsel, Pembimbing Kemasyarakatan dan stakeholders terkait lainnya.
Rombongan Komite I dipimpin Senator Fachrul Razi (Ketua), Senator Prof. Sylviana Murni (Wakil Ketua) dan Senator dari Sulawesi Selatan Ajiep Pandindang sebagai tuan rumah.
Senator Razi yang didaulat memberikan sambutan mengatakan, Komite I menganggap isu-isu terkini dalam Lembaga Kemasyarakatan sangatlah krusial. Hal ini ditunjukkan dengan 3 (tiga) kali masa sidang terakhir Komite I selalu mengagendakan pengawasan terhadap lembaga kemasyarakatan, yang berarti Anggota Komite I sering mengunjungi lapas-lapas di daerah pemilihannya masing-masing pada masa reses.
Beberapa isu lembaga pemasyarakatan yang belakangan ini mencuat diantaranya terkait dengan pertama, over kapasitas Lapas. Kedua, layanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan perlindungan dari kekerasan apakah sudah terakomodir. Ketiga, monitoring dan pengawasan terhadap warga binaan, dan keempat, SDM pembimbing kemasyarakatan.
Selanjutnya Razi yang merupakan senator asal Provinsi Aceh menambahkan, dalam waktu dekat, Komite I akan mengundang Menteri Hukum dan HAM dalam rangka membahas masalah lembaga pemasyarakatan ini. Untuk itu, diperlukan masukan-masukan dari Bapas dan Kanwil sebagai aspirasi yang nanti akan dibahas bersama Menteri dalam Rapat Kerja bersama Komite I.
Kepala Bapas Kelas I Makassar Sopiana dalam paparannya mendeskripsikan bahwa Bapas Kanwil Kemenkumham Sulawesi Selatan terdiri dari Bapas Kelas I Makassar, Bapas Kelas 2 Watampone dan Bapas Kelas II Palopo. Saat ini Bapas Kelas I Makassar memiliki klien (warga binaan yang telah bebas) sebanyak 4713 klien dewasa dan 9 klien anak.
Adapun Pembimbing Kemasyarakatan (PK) termasuk Asisten berjumlah 90 orang. Oleh karena itu, rasio antara PK dan klien saat ini adalah 1:52 (satu PK menangani 52 klien). Perlu diketahui, walaupun klien tersebut merupakan warga binaan yang sudah bebas, tetapi Bapas tetap bertanggungjawab dalam pembimbingan klien. Ke depan jumlah klien diprediksi akan terus bertambah sehingga tanggungjawab PK pun akan semakin besar pula. Untuk itu, keadaan SDM PK yang terbatas ini juga menjadi masalah. Bapas sendiri sebenarnya telah melakukan langkah-langkah dan mitigasi seperti misalnya melakukan kerjasama dengan pemda, peningkatan kompetensi SDM, koordinasi dengan instansi terkait, penguatan sistem database dan sosialisasi masyarakat.
Perwakilan Kepala Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Sulawesi Selatan yang juga ikut memberikan masukan, mengakui pula adanya over kapasitas dari rutan. Saat ini terdapat 11 ribu warga binaan sementara kapasitas lapas hanya untuk 6700 orang. Untuk itu, perlu adanya percepatan pembangunan rutan yang baru. Saat ini ada rencana bangunan rutan lama di Jeneponto akan di renovasi untuk dijadikan rutan baru.
Baik Kepala Bapas maupun Perwakilan Kepala Kanwil Hukum dan HAM menyimpulkan beberapa permasalahan mendasar Bapas saat ini. Pertama, jumlah SDM PK dan Asisten PK yang terbatas dan perlu ditingkatkan. Kedua, percepatan pembangunan rutan baru di Jeneponto agar tidak terjadi over kapasitas. Ketiga, masalah terbatasnya anggaran dan sarana prasarana.
Senator asal Sulawesi Selatan, Ajiep Padindang ikut mengekspresikan keresahannya mengenai warga binaan narkoba yang mendominasi penghuni lapas. Kejahatan narkoba ini sangat berbahaya karena sudah bersifat lintas negara. Oleh karena itu penanganannya harus extraordinary.
Menanggapi hal ini, pihak Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Sulawesi Selatan mengakui bahwa saat ini warga binaan narkoba memang mendominasi, berjumlah 8 ribu dari total 11 ribu warga binaan. Untuk itu, diusulkan agar Bapas diberikan akses alat finger print yang terkoneksi dengan disdukcapil. Hal ini perlu untuk mencegah residivis kasus narkoba yang tidak dapat terjerat karena mengubah-ubah namanya.
Diakhir acara, Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi berkomitmen akan memperjuangkan semua masukan atau aspirasi yang muncul dalam pertemuan ini demi penguatan pelaksanaan fungsi Bapas ke depan. (mn/*/ang)