Yogyakarta, mimbarnasional.com — Pendaftaran Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2024 akan segera dibuka. Di antara yang menarik dicermati adalah tentang kesepakatan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas.
Kedua Menteri tersebut bersepakat untuk memberikan kesempatan bagi lulusan pondok pesantren, khususnya pada jenjang Ma’had Aly, untuk mengikuti seleksi CPNS pada formasi penyuluh agama di bawah Kementrian Agama.
“Kami bersepakat untuk memberi kesempatan alumni Ma’had Aly bisa mendaftar CPNS. Ini merupakan rekognisi pemerintah atas kualitas dan kompetensi lulusan Pesantren,” ungkap Menag RI Yaqut Cholil Qoumas.
Menanggapi hla tersebut, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dan juga salah satu pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta, Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. mengaku senang dengan berita tersebut dan mengapresiasi kebijakan tersebut.
“Alhamdulillah. Ini kabar bagus, dan sesuai dengan amanat UU Pesantren tahun 2019. Tentu saja ini menjadi peluang yang baik bagi lulusan pesantren. Kami mengapresiasi kebijakan ini. Semoga bisa dimanfaatkan dengan baik oleh para alumni,” kata anggota Komite I DPD RI tersebut dalam keterangan tertulis kepada media, pada Rabu (03/04/2024).
Kendati demikian, pria yang akrab disapa Gus Hilmy tersebut memberikan saran agar Ma’had Ali dan Kemenag mempertimbangkan beberapa hal. Di antaranya, Ma’had Aly diharapkan tidak saja mengajarkan keilmuan agama, tetapi juga membekali mahasiswanya dengan wawasan keilmuan, keterampilan berbahasa asing non-Arab, dan penguasaan teknologi informasi (IT).
“Membekali mahasiswa Ma’had Aly dengan IT di zaman sekarang ini menjadi tuntutan. Karena lulusannya diharapkan bisa masuk ke berbagai profesi, termasuk di lingkungan ASN. Di sisi lain, perlu juga mahasiswa dibekali dengan wawasan keilmuan umum, tidak hanya keilmuan agama. Tentu porsinya tidak banyak. Hanya sebagai bekal. Jadi selain memiliki keilmuan agama yang mumpuni, mahasiswa Ma’had Aly juga memiliki keterampilan yang lain. Kalau dulu santri diajari bertani, sekarang ini sawahnya sudah menjadi virtual, maka bekalnya harus beda,” jelas pria yang juga anggota MUI Pusat tersebut.
Penguasaan IT dan keterampilan lainnya, menurut Gus Hilmy, menjadi hal penting karena menjadi bagian dari persaingan yang sehat. Jangan sampai mahasiswa Ma’had Aly kalah dengan yang lain karena tidak bisa mengoperasi komputer saat tes berbasis computer atau CAT.
“Konsekuensi dari bersaing ini adalah mahasiswa Ma’had Aly harus menguasai alat-alat pendukungnya. Mau balap sepeda masa tidak bisa naik sepeda? Jangan sampai kita dikalahkan oleh hal-hal yang tidak substansial. Biasanya banyak yang gugur di tahapan seleksi tertulis berbasis komputer. Padahal secara keilmuan sangat mumpuni,” ujar Gus Hilmy.
Dengan keterampilan dan keilmuan yang dimiliki mahasiswa Ma’had Aly, kata Gus Hilmy, pada akhirnya bisa mendorong lulusannya tidak hanya mengisi peluang sebagai penyuluh agama, tapi bahkan peluang sebagai dosen di perguruan tinggi. Oleh sebab itu, Gus Hilmy juga mendorong kepada Kemenag agar kesempatan tersebut dibuka secara luas.
“Kita juga perlu mengingatkan kepada pemerintah, bahwa standar kualitas lulusan Ma’had Aly sebenarnya bisa lebih dari sekadar penyuluh agama. Perlu juga dibuka lebar kesempatan mereka menjadi dosen dan peneliti di perguruan tinggi, utamanya bagi mereka lulusan Ma’had Ali yang sudah lulus S2,” pungkas Gus Hilmy. (mn/*/ang)