PAYAKUMBUH, mimbarnasional.com — Di Sumbar, 72 persen masyarakat masih menilai sampah sebagai musuh. Sementara sebenarnya sampah bisa menjadi sumber tambahan pendapatan dan juga solusi untuk mengentaskan permasalahan pengangguran. Bahkan jika dikelola secara massal bisa menjadi bisnis besar yang menjanjikan.
Hal tersebut disampaikan Ketua DPRD Sumbar, Supardi saat menjadi pembicara dalam kegiatan sosialisasi pengelolaan lingkungan hidup bagi masyarakat Payakumbuh dan Limapuluh Kota pada 19 -20 November lalu di Agam Jua Art and culture caffe dan Gedung Gambir Unand, Payakumbuh.
“Sampah bisa menjadi objek yang dikelola dengan sistem ekonomi sirkular, potensinya besar. Bahkan sudah ada tiga pihak yang menemui saya untuk diminta fasilitasi agar bisa mengelola sampah asal Sumbar. Salah satu diantaranya merupakan perusahaan asing. Ini menjadi bukti bahwa sampah merupakan potensi yang menjanjikan jika dikelola dengan tepat,” kata Supardi.
Ia menjelaskan sampah merupakan objek yang bisa dikelola dengan sistem ekonomi sirkular. Sistem ekonomi sirkular, lanjut Supardi, merupakan sistem ekonomi di mana pelaku ekonomi menjaga agar sumber daya dapat dipakai selama mungkin, menggali nilai maksimum dari penggunaan, kemudian memulihkan dan meregenerasi produk dan bahan pada setiap akhir umur layanan.
“Berdasarkan pantauan saya, saya melihat pengelola ekonomi sirkular ini kebanyakan pasti sukses,” ujarnya.
Supardi menilai di tengah tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan di Sumbar saat ini, maka perlu didorong masyarakat untuk memaksimalkan sebanyak mungkin potensi yang ada.
Ia mencotohkan tentang budidaya magot yang juga merupakan peluang untuk berusaha oleh masyarakat. Magot ini merupakan belatung atau bernga/berenga adalah larva dari lalat yang ditemukan pada barang-barang yang membusuk seperti bangkai, buah, atau sayur-mayur yang rusak.
“Ini merupakan potensi bagus. Budidaya magot bisa membantu masyarakat mencukupi kebutuhan hidup dan juga bisa membantu pemerintah dalam menyelesaikan persoalan sampah,” paparnya.
Magot atau ulat-ulat ini, kata Supardi bukanlah hal yang menjijikkan, jenisnya berbeda dengan lalat lainnya. Magot merupakan lalat yang bersih dan higienis. Pada banyak tempat magot dimanfaatkan untuk kebutuhan pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan. Bahkan juga dijadikan komoditas kebutuhan manusia.
“Saya berharap peserta kegiatan hari ini bisa membantu mengubah persepsi masyarakat tentang sampah. Bahwa banyak jalur potensi yang bisa diolah untuk menjadi sumber pendapatan, baik melalui daur ulang atau bahkan budidaya magot. Dari sampah kita bisa membuka peluang lapangan kerja dan mengentaskan kemiskinan,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumbar, Asben Hendri mengajak semua masyarakat untuk memulai atensi untuk benar-benar mencintai tempat tinggal masing-masing, salah satunya dalam pengelolaan sampah.
“Apa yang jadi penyebab terjadinya bencana salah satunya karena sikap kita, seperti membuang sampah sembarang. Pembuangan sampah di sembarang tempat bisa berujung pada tertutupnya aliran air dan menyebabkan banjir. Kita butuh atensi masyarakat untuk menjaga kebersihan, mengelola sampah dengan baik,” katanya.
Untuk menumbuhkan atensi masyarakat terkait sampah, menurut Asben memang harus dilakukan secara berkelanjutan. Hal ini dikarenakan sudah terbentuk kebiasaan masyarakat mencari cara yang mudah dalam membuang sampah, salah satunya ke aliran sungai.
“Masyarakat kita harapkan menyadari bahwa sampah yang dibuang sembarangan bukan hanya menyebankan bencana banjir. Namun juga bisa menjadi poin buruk yang menghambat perkembangan pariwisata. Bagaimana pun lingkungan yang kotor tentu membuat wisatawan enggan datang lagi berkunjung,” kata Asben.
Senada dengan Supardi, Asben juga menilai amat penting untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam menggali potensi sampah, seperti daur ulang dan budidaya magot.
“Magot ini sekarang sangat bernilai ekonomi dan bisa menjadi potensi sumber pendapatan dan usaha masyarakat,” ujarnya.(mn/*/Mul)