Payakumbuh, mimbarnasional.com — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), Supardi gencar melaksanakan sosialisasi bertema ‘penguatan nilai-nilai kepahlawanan’ kepada masyarakat.
Pada Senin malam(4/7) Supardi kembali melaksanakan sosialisasi tersebut di Bukittinggi, tepatnya di hotel Cimpago. Hadir pula saat sosialisasi tersebut Kepala Dinas Sosial Sumbar, Arry Yuswandi.
Sosialisasi pada hari itu, merupakan sosialisasi terakhir yang dilaksanakan untuk periode Tahun 2022. Sebelumnya, kegiatan sosialisasi tersebut telah dilakukan di beberapa tempat lain.
Supardi mengatakan penguatan nilai-nilai kepahlawanan pada masyarakat sangatlah penting. Nilai-nilai tersebut akan membentuk kepribadian serta pola pikir. Selain juga menjadi bekal untuk mendidik serta membimbing generasi muda menjadi pribadi yang jauh dari pengaruh kenakalan remaja.
Menurut Supardi, peserta yang hadir dalam sosialisasi tersebut tentu menjadi tokoh di masyarakat, setidaknya di lingkup keluarahan atau paling tidak di rumah tangga masing- masing. Melalui peserta ini diharapkan penguatan nilai kepahlawanan akan menyebar luas, melalui keluarga, melalui penduduk-penduduk di tiap kelurahan.
Supardi mengatakan penguatan nilai-nilai kepahlawanan sangat penting karena akan membentuk sudut pandang, serta kemudian membentuk pola pikir dan sikap.
Dia mengatakan, di tengah masyarakat saat ini ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian, diantarany, kenakalan remaja, ketidakpercayaan pada orang-orang yang seharusnya menjadi panutan seperti orangtua, guru, ninik mamak, tokoh masyarakat atau juga ustad.
Kemudian ada pula permasalahan maraknya informasi yang masuk melalui internet seperti youtube dan google. Ini akan mempengaruhu kultur serta pola pikir.
“Itulah mengapa penguatan nilai-nilai kepahlawanan perlu dilakukan di tengah masyarakat. Agar ruang-ruang kosong dan idola serta panutan ini terus terisi penuh,” ujarnya.
Supardi mengatakan saat ini ditemukan kecenderungan semakin tingginya kasus kenakalan remaja. Terutama di daerah-daerah transit. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya, Selain juga dikarenakan pengaruh informasi serta tontonan yang masuk melalui jaringan internet.
“Kenakalan remaja ini banyak bentuknya. Contohnya seperti penyalahgunaan narkoba, LGBT, tawuran, kriminalitas dan lain sebagainya,” ujar Supardi.
Hal ini menurut dia terjadi karena generasi muda kesusahan menentukan mana hal yang baik dan mana hal yang buruk di tengah-tengah gencarnya informasi dan tontonan yang masuk melalui berbagai alat, salah satunya internet.
“Selain itu pula dikarenakan generasi muda kehilangan sosok idola yang bisa mereka contoh untuk menjadi sosok yang lebih baik. Atau bisa jadi pula mereka salah menempatkan sosok yag dijadikan idola,” ujarnya.
Anak-anak zaman sekarang, lanjut Supardi kebanyakan merasa bahwa tokoh-tokoh fiktif di film-film lah yang merupakan pahlawan. Tokoh-tokoh inilah kemudian yang mereka idolakan, mereka tiru dan mereka contoh. Misalnya seperti Batman, Superman. Padahal tokoh-tokoh ini tidak nyata, hanya fiktif. Masalah yang dihadapi pun tidak bersentuhan dengan permasalahan di negara kita.
“Di lain sisi, tokoh-tokoh pahlawan yang sebenar-benarnya tidak mereka anggap pahlawan. Melainkan hanya sebagai proklamator atau tokoh-tokoh saja,” paparnya.
Misalnya pahlawan dari Sumbar, Ranah Minang, seperti M. Natsir, Mohammad Hatta, Tan Malaka atau bahkan pahlawan yang telah lebih terdahulu seperti Syekh Khatib Al Minangkabawi.
Secara psikologi, nilai kepahlawanan mereka tidak tertanam di alam bawah sadar bawah sadar. Sehingga tidak ada pula keinginan untuk mencontoh pemikiran, sikap para pahlawan ini.
“Nilai kepahlawanan sangar bergantung pada sudut kita memandang maka amat perlu kita mengajarkan serta mensosialisasikan tentang pahlawan kora. Dengan begitu generasi muda akan mengenal lalu mencontoh pada pahlwan-pahlawan ini,” ujarnya.
Di lain sisi, lanjut Supardi amat sedikit dokumen atau literasi tentang para pahlawan tersebut. Begitu pula untuk pahlawan-pahlawan asal Ranah Minang.
Salah satunya tentang M. Natsir. Dokumen atau literasi tentang M. Natsir sangat sedikit, padahal tanpa M. Natsir tidak ada NKRI melainkan hanya RIS.
Begitu pula tentang Tan Malaka. Supardi mengatakan Tan Malaka seringkali hanya distreotipkan sebagai tokoh paham kiri. “Padahal banyak yang bisa ditiru dan diidolakan dari Tan Malaka,” ujarnya.
Ketika Indonesia masih dijajah Belanda, Tan Malaka merantau ke Belanda. Di sana ia menjadi anggota senat (anggota dewan) pertama berdarah Indonesia yang ikut mempengaruhi berbagai kebijakan yang diambil Belanda.
Supardi menekankan pentingnya menguatkan nilai-nilai kepahlawanan melalui sudut pandang. Itah kenapa dokumen dan literasi amat diperlukan untuk mendekatkan tokoh-tokoh pahlawan ini agar bisa menjadi idola dan panutan masyarakat, terutama generasi muda.
Untuk mengatasi kekurangan literasi i u, lanjut Supardi, pemerintah melakukan berbagai upaya. Salah satunya melalui Dinas Pariwisata dengan akan menggelar lomba karya tulis tentang pahlawan asal Ranah Minang. Dengan begitu literasi atau dokumen tentang para tokoh serta pahlawan ini akan bertambah.
Para seniman pun banyak ingin bergerak membuat film dokumenter tentang pahlawan ini.
“Dengan semakin banyaknya literasi ini maka akan semakin mudah mendekatkan serta mengekspos tentamg sepak terjang dan kehebatan para pahlawan ini akan lebih mudah untuk dilakukan. Kemudian akan terbentuk sudut pandang yang ingin mencontoh para pahlawan tersebut,” ujarnya.
Untuk diketahui acara sosialisasi tersebut diikuti oleh 70 peserta. Diantaranya merupakan karang taruna, pendamping PKH dan lain sebagainya. (ms/*/mul)