PADANG, mimbar asional.com – Anggota DPRD Sumatera Barat (Sumbar), Hidayat, menyorot masih tingginya kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Sumbar. Ia menilai kondisi ini disebabkan adanya pergeseran peradaban di Sumbar dalam hal perlakuan kepada anak dan perempuan.
Anggota Komisi V DPRD Sumatera Barat itu di hadapan 100 peserta sosialisasi peraturan daerah (Sosper) Sumbar Perda Nomor 7 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengatakan, tidak memungkiri pergeseran peradaban itu terjadi, karena kasus yang terjadi saat ini sangat tinggi, malah kasusnya terus naik setiap tahun.
“Bahkan, tidak sedikit, kasus yang terungkap, pelakunya orang orang dekat korban seperti ayah kandung kepada anaknya, paman kepada keponakannya, guru kepada murid-muridnya, dosen,” katanya.
Dikatakan Hidayat, jumlah kasus kekerasan kepada anak dan perempuan menurut di kabupaten/kota trennya naik dari tahun 2020 sampai 2022 yaitu 2020 itu ada 427 kasus, naik 548 kasus dan naik lagi pada tahun 2022 sebanyak 567 kasus. “Korbannya itu perempuan itu ada 614 orang,” ujarnya, Minggu (10/12/2023).
Berangkat dari kondisi ini, program dari DPRD Sumbar untuk mensosialisasikan produk hukum daerah, dimana Perda itu merupakan hasil kesepakatan setelah ada pembahasan yang lebih intens antara DPRD Sumbar dengan pemprov yang diwakili oleh dinas dinas terkait.
“Perda ini untuk menciptakan kepastian hukum, mengakomodir hak hak dan kewajiban dari masyarakat. Berdasarkan itu DPRD berpikiran bagaimana ibu ibu akan tahu hak dan kewajibannya terkait persoalan yang diatur oleh perda kalau tidak mengetahui isi dari perda tersebut,” ujarnya.
Dikatakannya, dipilihnya Perda Nomor 7 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, karena ini memang berangkat dari kegelisahan perihal informasi informasi terkait kekerasan perempuan dan anak. Berdasarkan data kasus yang sudah menjadi konsumsi publik dan sudah melalui proses hukum di kepolisian, Hidayat memaparkan, kasus kekerasan seksual di Sumatera Barat cenderung naik.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Provinsi Sumatera Barat yang diwakilkan oleh Fuji menyatakan, kehadirannya dalam sosialisasi peraturan daerah (perda) bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat.
“Dengan menggunakan teori dan layanan yang kami sediakan, kami berupaya membuktikan bahwa pemerintah hadir dan berkomitmen untuk memberikan layanan kepada masyarakat,” ujar Fuji.
Dikatakannya, Sosialisasi perda adalah salah satu cara pemerintah berkomunikasi dengan masyarakat untuk memastikan pemahaman yang baik tentang peraturan-peraturan yang berlaku. Melibatkan Dinas Pemberdayaan Perempuan dalam proses ini menunjukkan fokus pada isu-isu yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan.
Penting untuk mencatat bahwa pemberdayaan perempuan melibatkan memberikan kesempatan, dukungan, dan sumber daya kepada perempuan sehingga mereka dapat berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Sosialisasi perda dapat menjadi langkah yang baik untuk menyampaikan informasi terkait dengan isu-isu ini kepada masyarakat dan memastikan partisipasi mereka dalam proses pembangunan.
“Jika terjadi kasus kekerasan seksual, penting untuk segera melapor ke pihak berwenang dan mendapatkan bantuan medis serta dukungan psikologis. Kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang aturan dan prosedur akan membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi semua individu,” tutupnya.(mn/*/Mul)