PADANG, mimbarnasional.com — Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumbar menghentikan penyidikan kasus dugaan mafia tanah terhadap M. Yusuf, CS yang merupakan Mamak Kepala Waris (MKW) kaum Maboet. Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) diterima M. Yusuf didampingi pengacaranya dari Kantor Hukum GVA Giovanni & Associates, Kamis (11/8/202) di kediamannya di Dadok Tunggul Hitam, Kota Padang.
Kasus dugaan mafia tanah ini berawal dari laporan Budiman, terhadap Alm. Lehar CS. Saat itu, Lehar merupakan MKW Kaum Maboet yang dituduh oleh Budiman melakukan pemalsuan surat-surat kepemilikan tanah di masa Kapolda Sumbar, Irjen Pol. Toni Harmanto.
Atas laporan itu, penyidik Polda Sumbar melakukan penahanan terhadap Lehar bersama 3 orang kemenakannya yaitu M. Yusuf, Yasri dan Eko. Penahanan berlangsung selama 78 hari.
Mungkin karena merasa tertekan secara psykologi atas penahanan itu, Lehar menderita sakit, hanya sehari di rumah sakit akhirnya menghembuskan nafas terakhir. Jabatan MKW diserahkan pada M. Yusuf yang saat itu juga masih menjadi tahanan Polda Sumbar.
Penantian panjang kaum MABOET atas kepastian hukum yang dituduhkan pada M. Yusuf CS berakhir. Setelah melakukan gelar perkara, pihak penyidik menghentikan penyidikannya, karena tidak ditemukannya bukti kalau M. Yusuf CS mafia tanah seperti yang dituduhkan Budiman
Surat pemberitahuan penghentian dan penyidikan dengan nomor B/2055/VIII/2022/Ditreskrimum, ditujukan pada Kejaksaan Tinggi Sumbar dengan tembusan Pengadilan Negeri, pelapor dan M. Yusuf CS.
Saat surat pemberitahuan penghentian penyidikan diantar penyidik ke-kediaman MKW M. Yusuf, Kamis (11/8/2022), sudah ditunggu pihak keluarga dengan didampingi pengacara dari Kantor hukum GVA Giovanni Associates, Gio Vanni Saputra, SH.
Pada kesempatan tersebut, M. Yusuf melalui pengacaranya mengucapkan terimakasih pada Kepolisian Daerah Sumbar di bawah komando Kapolda Irjen Pol. Teddy Minahasa, yang sudah melakukan penilaian hukum dengan objektif, sehingga keluar surat pemberitahuan penghentian penyidikan.
Dia juga mengatakan, kliennya selama menjalani masa tahanan merasa terzolimi, tertekan baik fisik maupun mental, bahkan ketika dibantar ke rumah sakit harus diborgol, layaknya seorang mafia.
“Selama 78 hari ditahan klien kami memang sangat tertekan, bahkan untuk dirawat saja harus diborgol. Bahkan pada waktu itu minta izin buang air hanya dikasih waktu 2 menit. Dapat dibayangkan betapa pedihnya, namun kami bangga serta berterimakasih pada pak Teddy yang benar-benar lurus dan objektif dalam mengambil tindakan,” tutur Gio.
Ditambahkan Gio, dengan keluarnya SP3 tersebut, menjadi terang benderang bahwa kliennya bukanlah mafia tanah. Karena itu, untuk mengambil langkah-langkah berikutnya, pihaknya akan melakukan pembicaraan dengan pihak keluarga dan lainnya, terhadap laporan terdahulu, karena secara fisik dan mental sudah merugikan kliennya.
“Dengan keluarnya SP3 ini kami akan mengambil langkah-langkah berikutnya untuk menyikapi apa yang sudah terjadi selama ini,” tambah Gio, yang dianggukkan M. Yusuf dan keluarga.
Keluarnya SP3 juga membuktikan kalau Dasar hukum tanah kaum MABOET Suku Sikumbang bukan mengada-ada, atau memang milik kaumnya dengan kekuatan hukum yakni,
1.Putusan PERDATA No. 90/1931
2. Surat Ukur No. 30/1917 skala 1:5000 (Kadastral)
3. Segel 5 Maret 1982 KAN Koto Tangah
4. Surat Kepala Kantor BPN Kota Padang 27 November 2017 prihal pemblokiran
5. Surat kepala kantor BPN tanggal 24 Juli 2019, prihal penetapan status tanah adat.
Sampai saat ini surat atau dasar hukum tersebut belum ada pembatalan, meskipun ada upaya masa Kapolda Tony Harmanto untuk “mengarahkan” pemalsuan tanda tangan, namun nyatanya tidak terbukti.
“Ini membuktikan kalau apa yang dituduhkan pada kami tidak terbukti, dan tanah tersebut milik sah kaum kami dengan semua dokumen yang dikeluarkan oleh lembaga negara juga lembaga adat. Kebenaran pasti akan terungkap dan kami tidak terbukti bersalah,” tutup M. Yusuf dengan perasaan plong. (mn/ang)